Friday, January 6, 2012

Drama: Teori dan Pengajarannya (1)

Bab I
Drama dan Permasalahannya

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Moulton memberikan definisi drama (pentas) sebagai hidup manusia yang dilukiskan dengan action.

1. Lakon dan Konflik Manusia
Dasar lakon drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin daripada fisik. Konflik manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam wayang akan kita saksikan bahwa klimaks dari konflik batin adalah bentrokan fisik yang diwujudkan dalam perang.
Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motif. Motif dari konflik yang dibangun itu akan mewujudkan kejadian-kejadian. Motif dan kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-benar diambil dari kehidupan manusia.

Seluruh perjalanan drama dijiwai oleh konflik pelakunya. Konflik itu terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (pelaku utama) yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang). Dua tokoh tersebut disebut dengan tokoh protagonist dan tokoh antagonis. Konflik antara tokoh protagonist dan tokoh antagonis itu hendaknya sedemikian keras, tetapi wajar, realistis, dan logis.

Motif dalam penulisan lakon merupakan dasar laku dan merupakan keseluruhan rangsang dinamis yang menjadi lantaran seseorang mengadakan respons. Motif dapat ditimbulkan berdasarkan hal-hal berikut:
a. Kecenderungan dasar manusia untuk dikenal, untuk memperoleh pengalaman, ketenangna, kedudukan.
b. Situasi yang melingkupi manusia yang berupa keadaan fisik dan sosialnya.
c. Interaksi sosial yang ditimbulkan akibat hubungan dengan sesama manusia.
d. Watak manusia itu sendiri yang ditentukan oleh keadaan intelektual, emosional, ekspresif, dan sosiokultural.

Motif yang dipilih bergantung pada selera penulis. Penulis menentukan motif itu dari sumber mana. Lakon, baik sebagai peniru kehidupan, ilusi kehidupan, atau penggambaran tentang konflik dan masalah kehidupan, selalu dikendalikan dan diatur oleh proses tingkah laku manusia.

2. Struktur Drama Naskah
a. Plot atau Kerangka Cerita
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi pelaku.
Jalinan konflik dalam plot itu biasanya meliputi hal-hal berikut:
1) Protasis atau jalinan awal
2) Epitasio
3) Catarsis
4) Catastrophe (Aristoteles)

Gustaf Freytag memberikan unsur-unsur plot sebagai berikut:
1) Exposition atau Pelukisan Awal Cerita
2) Komplikasi atau Pertikaian Awal
3) Klimaks atau Titik Puncak Cerita
4) Resolusi atau Penyelesaian atau Falling Action
5) Catastrophe atau Denounment atau Keputusan

Plot drama ada tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Sirkuler, artinya cerita berkisar pada satu peristiwa saja.
b. Linear, yaitu cerita bergerak secara berurutan dari A-Z.
c. Episodik, yaitu jalinan cerita itu terpisah kemudian bertemu pada akhir cerita.

b. Penokohan dan Perwatakan
Penokohan erat hubungannyadengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Watak tokoh akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan sanping. Jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh itu.

Klasifikasi tokoh
1) Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita:
a) Tokoh Protagonis: Tokoh yang mendukung cerita.
b) Tokoh Antagonis: Tokoh penentang cerita.
c) Tokoh Tritagonis: Tokoh pembantu.

2) Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya:
a) Tokoh Sentral: Tokoh-tokoh yang peling menentukan gerak lakon.
b) Tokoh Utama: Tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral.
c) Tokoh Pembantu: Tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita.

Perwatakan para tokoh harus konsisten dari awal sampai ahkir. Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya menjalin pertikaian, dan pertikaian itu memungkinkan untuk berkembang mencapai klimaks. Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi. Penggambaran itu berdasarkan keadaak fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis).

c. Dialog atau Percakapan
Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk percakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog ini pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggug. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam tulis

d. Setting atau Landasan atau Tempat Kejadian
Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara cermat, sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu.

e. Tema atau Nada Dasar Cerita
Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya. Tema merupakan “struktur dalam” dari sebuah karya sastra. Tema juga berhubungan sudut pandang pengarang yang memendang dunia ini, apakah dari segi bahagia, duka, mengejek, mencemooh, harapan, ataukah kehidupan ini sama sekali tidak bermakna.

f. Amanat atau Pesan Pengarang
Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Seorang pengarang drama sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan amanat dalam karyanya itu. Pembaca yang cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat dibalik yang tersurat. Amanat sebuah drama akan lebih mudah dihayati penikmat, jika drama itu dipentaskan. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis.

g. Petunjuk Teknis
Dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk teknis, yang sering pula disebut teks samping. Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, suara, musik, keluar masuknya aktor atau aktis, keras lemahnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog (misalnya dengan huruf miring atau huruf besar semua).

h. Drama Sebagai Interpretasi Kehidupan
Ulasan tentang drama sebagai interpretasi kehidupan erat hubungannya dengan nada dasar atau pandangan dasar penulis drama itu. Sebagai interpretasi terhadap kehidupan, drama mempunyai kekayaan batin yang tiada tara. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama lakon diberi aksentuasi-aksentuasi sesuai dengan sisi kehidupan mana yang akan ditonjolkan oleh penulis.

3. Naskah – Pengarang – Pementasan – Penonton
Keunggulan naskah drama adalah pada konflik yang dibangun. Di sisi lain yang harus diperhatikan yaitu penonton. Meskipun pementasan bermutu, tetapi tidak ada daya apresiasi penonton tidak sesuai dengan jenis tontonan itu, maka pertunjukan ada kemungkinan gagal karena penonton tidak mampu menghayati tontonannya sesuai dengan tuntutan tontonan itu.
Ada hubungan timbal balik dan saling menentukan antara pengarang, naskah, pementasan, dan penonton drama. Dalam drama, M-1 diartikan menghayalkan, M-2 berarti menuliskan, M-3 berarti memainkan, dan M-4 berarti menonton. Dalam hal ini, naskah drama sebenarnya merupakan model paling utama untuk suatu pementasan drama yang baik, jika dipentaskan oleh sutradara dan aktor yang baik.

Dalam menilai suatau naskah, maka harus diperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Tema relevan dengan konfliknya cukup tajam ditandai oleh plot yang penuh kejutan dan dialog yang matap.
b. Konfliknya cukup tajam ditandai oleh plot yang penuh kejutan dan dialog yang mantap.
c. Watak pelakunya mengandung pertentangan yang memungkinkan katajaman konflik.
d. Bahasanya mudah dihayati dan komunukatif.
e. Mempunyai kemungkinan pementasan.

4. Pementasan Drama
Pementasan drama merupakan karya kolektif yang dikoordinasikan oleh sutradara, yaitu pekerja teater yang dengan kecakapan dan keahliannya memimpin aktor-aktris dan pekerja teknis dalam pementasan. Selain itu ada pula produser yang memberikan biaya pementasan dan manager yang mengatur pelaksanaan pementasan.

Unsur-unsur pementasan drama
a. Aktor dan Casting
Aktor-aktris merupakan pelaksana pementasan yang membawakan ide cerita langsung di depan publik. Aktor-aktris merupakan tulang punggung pementasan. pemilihan aktor-aktris biasanya disebut casting.

Ada 5 macam casting :
1) Casting By Ability: Adalah pemilihan peran berdasarkan kecakapan atau kemahiran yang sama atau mendekati peran yang dibawakan.
2) Casting To Type: Adalah pemilihan peran berdasarkan atas kecocokan fisik si pemain.
3) Anti Type Casting: Adalah pemilihan peran berdasarkan watak dan ciri fisik yang dibawakan
4) Casting To Emotional: Adalah pemilihan peran berdasarkan observasi atau penelitian kehidupan pribadi calon pemeran.

b. Sutradara
Tugas sutradara yaitu mengkoordinasi segala macam urusan pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai.

Ada beberapa tipe sutradara, yaitu sebagai berikut :
1) Berdasarkan mempengaruhi jiwa pemain, ada dua macam sutradara:
a) Sutradara Teknikus adalah sutradara yang lebih mementingkan seni luar yang gemerlap.
b) Sutradara Psikolog dramatik adalah sutradara yang lebih mementingkan watak secara psikologis dan tidakan begitu mementingkan faktor teknis.

2) Berdasarkan cara melatih pemain, ada tiga tipe sutradara:
a) Sutradara Interpretator adalah sutradara yang berpegang teguh pada naskah secara kaku.
b) Sutradara Kreator adalah sutradara yang menciptakan variasi baru
c) Gabungan keduanya dipandang paling baik.

3) Berdasarkan cara penyutradaraan, terdapat dua macam cara, yaitu:
a) Cara Diktator adalah seluruh langkah pemain ditentukan sutradara.
b) Cara Laissez Faire adalah aktor dan aktris menjadi pencipta permainan dan peranan sutradara sebagai supervisor yang membiarkan pemain melakukan proses kreatif.

c. Produser
Adalah orang yang memberikan biaya pementasan dan juga manager yang mengatur pelaksanaan pementasan.

d. Penata Pentas
Adalah orang yang bertugas untuk menghidupkan peran di atas pentas. Peralatan teknis tentunya akan sangat membantu. Peralatan-peralatan tersebut nantinya akan meliputi hal-hal seperti pengaturan pentas, dekorasi, tata lampu, tata busana, dan lain sebagainya.

e. Penata Artistik
Adalah orang yang bertugas untuk mengatur secara artistik yaitu segala hal-hal yang berkaitan atau berhubungan dengan pementasan drama secara langsung. Berhubugan dengan tata rias (make up), tata busana (costum), tata lampu (lighting), tata musik dan efek suara (sound and system).

5. Klasifikasi Drama
Drama diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a. Tragedi (duka cerita)
Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih uang besar dan agung. Dengan kisah tentang bencana ini, penulis naskah mengharap agar penontonnya memandang kehidupan secara optimis. Pengarang secara bervariasi ingin melukiskan keyakinan tentang ketidaksempurnaan manusia.

b. Komedi (drama ria)
Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tetapi lucu.

c. Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama. Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali merendahkan martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya.

d. Dagelan (farce)
Dagelan disebut juga banyolan. Sering kali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan atau komedi picisan atau komedi ketengan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh.

6. Jenis dan Konsepsi Tentang Drama atau Teater
a. Jenis-jenis Drama
1) Drama Pendidikan
2) Drama Duka (tragedy)
3) Drama Ria (comedy)
4) Drama untuk dibaca (closed drama)
5) Drama Teatrikal (drama untuk dipentaskan)
6) Drama Romatik
7) Drama Adat
8) Drama Liturgi
9) Drama Simbolis
10) Monolog
11) Drama Lingkungan
12) Komedi Intrik (intrique comedy)
13) Drama Mini Kata (teater mini kata)
14) Drama Radio
15) Drama Televisi
16) Drama Eksperimental
17) Sosio Drama
18) Melodrama
19) Drama Absurd
20) Drama Improvisasi
21) Drama Sejarah

b. Klasifikasi Drama Berdasarkan Aliran
1) Aliran Klasik
2) Aliran Romantik
3) Aliran Realisme
4) Aliran Ekspresionisme
5) Aliran Naturalisme
6) Aliran Eksistensialisme

c. Konsepsi Tentang Drama
1) Rendra, mengemukakan konsep “Kegagahan dalam Kemiskinan: Teater Modern Indonesia”
2) Putu Wijaya, mengemukakan konsep ”Jalam Pikiran Teater Mandiri: Bertolak Dari yang Ada”
3) Wahyu Sihombing, mengemukakan konsep ”Masalah Sutradara adalah Masalah Penafsiran Naskah dan Casting”
4) N. Riantiarno, mengemukakan konsep ”Kemarin atau Nanti: Teater Tanpa Selesai”
5) Danarto, mengemukakan konsep ”Mewujudkan Teater Tanpa Kata”
6) Ikranagara, mengemukakan konsep ”Konsep Kerja Teater, Teater Saja”
7) Arifin C. Noer, mengemukakan konsep ”Teater Kata”

7. Sejarah Drama
a. Drama Klasik
Drama Klasik adalah drama pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
1) Zaman Yunani: Tokoh yang paling terkenal adalah Plato, Aristoteles, dan Sopholches.
2) Zaman Romawi: Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Plutus, Terence atau Publius Terence Afer, dan Lucius Seneca.

b. Teater Abad Pertengahan
Pengaruh Gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian-nyanyian yang dilagukan oleh para rabib dan diselingi dengan koor.
Ciri-ciri khas teater pada abad pertengahan, adalah sebagai berikut:
1) Pentas kereta
2) Dekor bersifat sederhana dan simbolis
3) Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama modern.

c. Zaman Italia
Tokoh yang terkenal pada yang terkenal pada zaman ini adalah Dante, Torquato Tasso, dan niccolo Machiavelli.
Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut:
1) Improvisatoris atau tanpa naskah
2) Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi.
3) Cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
4) Gejala acting: pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.

d. Zaman Elizabeth
Tokoh yang paling terenal pada zaman ini adalah Shakespeare.
Ciri-ciri naskah zaman Elizabeth adalah:
1) Naskah puitis
2) Dialognya panjang-panjang
3) Penyusunan naskah lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada.
4) Laku bersifat simultan, berganda, dan rangkap.
5) Campuran antara drama dengan humor.

e. Zaman Perancis
Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Pierre Corneille (1606-1684), Jean Racine (1639-1699), Moliere, Jean Babtista Poquelin (1622-1673), Voltaire (1694-1778), Denis Diderot (1713-1784), Beaumarchais.

f. Zaman Jerman
Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781), Wolfgang Von Goethe (1749-1832), Christhop Friedrich Von Schiller (1759-1805).

g. Drama Modern
Tokoh yang terkenal dalam drama ini adalah Ibsen (Norwegia), Strindberg (Swedia), Bernard Shaw (Inggris), dan tokoh-tokoh dari Irlandia, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat.

h. Perkembangan Teater di Indonesia
Teater Tradisional: Teater yang berkembang di kalangan rakyat. Sifatnya supel, artinya dipentaskan di sembarangan tempat. Bersifat improvisasi atau tanpa naskah.
a) Teater Rakyat: Sifat teater rakyat seperti halnya teater tradisional, yaitu improvisasi, sederhana, spontan, dan menyatu dengan kehidupan rakyat.
b) Teater Klasik: Sifat teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya).
c) Teater Transisi: Merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat.

Referensi:
Waluyo, Herman. J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya

Drama: Teori dan Pengajarannya (2)

Bab II
Penyutradaraan dan Tekknik Berperan

1. Penyutradaraan
Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sejak perencanaan pementasan sampai pementasan berakhir. Peranan sutradara teater tradisional tidak sepenting dan sebesar peranan sutradara dalam teater modern. Seluruh pementasan drama modern adalah tanggung jawab sutradara.
Harymawan menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas mengkoordinasikan segala kebutuhan teater, dengan faham, kecakapan, serta daya imajinasi yang intelegen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil.

a. Sejarah Timbulnya Sutradara
Pada tahun 1923, sutradara terkenal dari Rusia, Constantin Stanislavsky menciptakan metode acting dan menggunakan kehidupan wajar sebagai model seni pentas. Melaui Princetown Players dan Group Theater Stanislavsky mempengaruhi Broadway, sehingga teater profesional menerima teori-teori acting dan penyutradaraan yang diberikan. Sejak saat itu, sutradara berkedudukan penting dalam drama.

b. Tugas Sutradara
1) Merencanakan Produksi
2) Memimpin Latihan

2. Teknik Berperan
Berperan adalah menjadi orang lain sesuai tuntutan lakon drama. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam berperan:
a. Kreasi yang dilakukan oleh aktor atau aktris.
b. Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah dan wajar.
c. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan tipe, gaya, jiwa, dan tujuan dari pementasan.
d. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan periode tertentu dan watak yang harus direpresentasikan.

1) Teknik Berperan Menurut Rendra
a. Aktor atau bintang
b. Sutradara
c. Lingkungan
d. Penulis

2) Teknik Edward A. Wright
a. Sensitif
b. Sensibel
c. Kualitas personal yang memadai
d. Daya dimensi yang kuat
e. Stamina fisik dan mental yang baik.

3) Oscar Brocket
a. Latihan tubuh
b. Latihan suara
c. Observasi dan imajinasi
d. Latihan konsentrasi
e. Latihan teknik
f. Latihan sistem acting
g. Latihan untuk memperlentur keterampilan

4) Constantin Stanislavsky
a. Berperan adalah suatu seni
b. Motivasi
c. Imajinasi
d. Pemusatan Pikiran (konsentrasi)
e. Mengendurkan urat
f. Satuan atau sasaran
g. Keyakinan rasa kebenaran
h. Ingatan batin
i. Komunikasi atau hubungan batin
j. Adaptasi
k. Kekuatan emotif dalam
l. Keadaan kreatif batiniah
m. Sasaran yang paling utama
n. Di ambang pintu bawah sadar

5) Richard Boleslavsky
a. Konsentrasi
b. Ingatan emosi
c. Laku dramatis
d. Pembangunan watak
e. Observasi
f. Irama

6) Adjib Hamzah
a. Latihan suara dan ucapan
b. Latihan pernafasan
c. Pendiskusian struktur teks drama
d. Latihan movement
e. Latihan mimik
f. Latihan blocking (pengelompokan)
g. Latihan penghayatan dan imajinasi
h. Latihan pencapaian mood
i. General rehearsal (laihan akhir)

Referensi:
Waluyo, Herman. J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya

Drama: Teori dan Pengajarannya (3)

Bab III
Perlengkapan Pementasan

1. Perlengkapan Pementasan Untuk Aktor dan Aktris
a. Tata Rias: Seni menggunakan bahan kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon.
Fungsi tata rias adalah:
1) Mengubah watak seseorang, baik dari segi fisik, psikis, dan sosial.
2) Membeikan tekanan terhadap peranannya.

Berdasarkan jenisnya, tata rias diklasifikasikan menjadi 8, yaitu:
1) Rias Jenis: Rias yang mengubah peran.
2) Rias Bangsa: Rias yang mengubah bangsa seseorang.
3) Rias Usia: Rias yang mengubah usia seseorang.
4) Rias Tokoh: Rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru.
5) Rias Watak: Rias sesuai dengan waak peran.
6) Rias Temporal: Rias yang dibedakan karena waktu atau saat tertentu.
7) Rias Aksen: Rias yang hanya memberikan tekanan kepada pelaku yang mempunyai ciri sama dengan tokoh yang dibawakan.
8) Rias Lokal: Rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa peran saat itu.

Berdasarkan sifatnya, tata rias diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:
1) Base (dasar)
2) Foundation
3) Lines
4) Rounge
5) Cleansing (cream)

b. Tata Pakaian
Tujuan pemberian kostum pada aktor dan aktris adalah:
1) Membantu mengidentifikasi periode saat lakon itu dilaksanakan.
2) Membantu mengindividualisasikan pemain.
3) Menunjukkan asal-usul dan status sosial orang tersebut.
4) Menunjukkan waktu peristiwa itu terjadi.
5) Mengekspresikan usia orang itu.
6) Mengekspresikan gaya permainan.
7) Mambantu aktor dan aktris mengekspresikan wataknya.
Berdasarkan sifat dan fungsinya, kostum diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:
1) Pakaian Dasar atau foundation
2) Pakaian Kaki (sepatu)
3) Pakaian Tubuh (body)
4) Pakaian Kepala (headdress)
5) Pakaian Pelengkap (accessories)

Berdasarkan tipenya, kostum diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1) Kostum Historis
2) Kostum Modern
3) Kostum Nasional
4) Kostum Tradisional

2. Perlengkapan di Pentas
a. Tata Lampu
Tujuan tata lampu adalah:
1) Penernerangan terhadap pentas dan aktor.
2) Memberikan efek alamiah dari waktu.
3) Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga terdapat efek sinar dan bayangan.
4) Melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya.
5) Mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon.
6) Mamberikan variasi-variasi

Berdasarkan fungsinya, lampu diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1) Lampu Primer
2) Lampu Sekunder
3) Lampu untuk latar belakang.

b. Tata Pentas dan Dekorasi
Macam-macam Pentas:
1) Pentas Konvensional: Bentuk pentas yang masih menggunakan proscenium (tirai depan)
2) Pentas Arena: Bentuk pentas tidak di panggung, tetapi sejajar dan dekat dengan penonton.
3) Revolving: Panggung yang dapat diputar.
4) Elevator Lift: Tiga pentas berupa panggung atau lebih disusun secara vertikal dan digunakan silih berganti dengan menaikkan atau menurunkan panggung.
Fungsi dekorasi: Untukmemberikan latar belakang.

Berdasarkan tempat mewujudkannya, ada 2 macam dekor, yaitu:
1) Interior Setting: Jika lakon dipentaskan di dalam rumah.
2) Eksterior Setting Jika lakon dipentaskan terjadi di alam terbuka.

Komposisi pentas harus memberikan pandangan yang indah, hangat, dan menarik. Adapun aspek motif meliputi hal-hal berikut:
1) Kewajaran
2) Menceritakan kisah
3) Menggambarkan emosi
4) Mengidentifikasi perwatakan

Berdasarkan aspek teknis, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:
1) Penyusunan komposisi pentas dengan daerah permainan hendaknya benar-benar dijaga.
2) Wujudkanlah komposisi pentas yang menghasilkan gambar yang baik.
3) Susunlah komposisi pentas yang mengontrol dan memimpin perhatian penonton kepadanya.

c. Ilustrasi Musik dan Tata Suara
1) Tata Musik
Fungsi tata musik adalah:
a) Memberikan ilustrasi yang memperindah.
b) Memberikan latar belakang.
c) Memberikan warna psikologis.
d) Memberi tekanan kepada nada dasar drama.
e) Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, dan progresi.
f) Memberi tekanan pada keadaan yang mendesak.
g) Memberi selingan.

2) Tata Suara
Peran suara memberikan pelengkap adegan yang diucapkan pelaku dalam dialognya. Suara akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton.


Referensi:
Waluyo, Herman. J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya

Drama: Teori dan Pengajarannya (4)

Bab IV
Pengajaran Drama


1. Pendahuluan

Pengajaran drama di sekolah dapat ditafsirkan menjadi dua macam, yaitu pengajaran teori drama dan pengajaran apresiasi drama.

a. Pengajaran drama di sekolah
Pengajaran drama diklasifikasikan menjadi:
1) Pengajaran teks drama yang termasuk drama
2) Pementasan drama yang termasuk bidang teater

Kesulitan-kesulitan dalam pembinaan teater di sekolah yaitu:
1) Kekurangan pelatih atau sutradara yang dedikatif.
2) Kekurangan naskah drama yang cukup pendek dan temanya relevan dengan tuntutan sekolah.
3) Kekurangan perserta yang dedikatif dalam berlatih.
4) Kekurangan fasilitas pentas.
5) Kekurangan biaya latihan dan biaya pementasan.
6) Kekurangan petugas teknik dan artistik
7) Kekurangan perhatian dan bantuan pemimpin sekolah demi perkembangan drama di sekolah.

b.Peranan drama sebagai penunjang pemahaman dan penggunaan bahasa
Pengajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog pertunjukan drama, mendengarkan drama radio dan televisi). Sementara penunjang latihan penggunaan bahasa artinya melatih keterampilan menulis (teks drama sederhana, resensi drama dan resensi pementasan) dan wicara (melakukan pentas drama).

2. Tujuan Pengajaran (Instructional Objectives)
a. Taksonomi Bloom
Tujuan pengajaran dibagi menjadi:
1) Kognitif: Pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2) Afektif: Menerima (receiving), menjawab atau mereaksi (responding), menaruh penghargaan (valuing), mengorganisasikan sistem nilai, dan mengadakan karakterisasi nilai.
3) Psikomotorik: Persepsi, kesiapan, respons terpimpin, mekanisme, respons yang kompleks.

b. David Merrill
Tujuan pengajaran dibagi menjadi:
1) Fakta: Mengingatkan fakta
2) Konsep: Mengingatkan konsep dan menggunakan konsep
3) Prosedur atau rule: Mengingatkan prosedur dan menggumakan prosedur.
4) Prinsip: Mengingatkan prinsip dan menggunakan prinsip.

c. Robert M. Gagne
Tujuan pengajaran dibagi menjadi:
1) Kemampuan intelektual: Diskriminasi, identifikasi, klasifikasi, demonstrasi, menggeneralisasikan.
2) Strategi kognitif: Mengubah konsep lama, mengambil kesimpulan, memecahkan masalah.
3) Informasi: Belajar label (judul), belajar fakta (informasi), belajar keseluruhan pengetahuan.
4) Sikap: Kecepatan (speed), kecermatan (accuracy), kekuatan (force), keluwesan (smoothness).
5) Sikap (attitude): Pemilihan, tindak perseorangan, tindakan.

d. H. L. B. Moody
Tujuan pengajaran dibagi menjadi:
1) Informasi
2) Konsep
3) Perspektif
4) Apresiasi

3. Proses Belajar Mengajar
a. Seleksi (pemilihan) Materi
Secara umum, seleksi materi harus disesuaikan dengan:
1) Tingkat perkembangan psikologis anak.
2) Tujuan yang digariskan melalui kurikulum.
3) Tujuan pendidikan dan pengajaran pada umumnya.

b. Gradasi (urutan penahapan)
Untuk pementasan drama, hendaknya dimulai dari role playing (bermain peran). Kemudian meningkat pada pemeranan adegan-adegan pendek. Mempelajari lakon pendek sederhana. Menyusul lakon pendek yang rumit, untuk akhirnya mementaskan lakon panjang.

c. Presentasi (teknik penyampaian)
Penyampaian dalam pengajaran drama, dapat berupa hal-hal berikut:
1) Mendiskusikan naskah drama tersebut.
2) Mementaskan sebuah adegan.
3) Mementaskan sebuah lakon.
4) Kegiatan mendengarkan sandiwara radio.
5) Diselenggarakan pertunjukan drama yang disusul dengan diskusi tentang pertunjukan tersebut.

d. Repetisi
e. Evaluasi dalam pengajaran drama


4. Strategi Pengajaran Teks Drama (Sebagai Karya Sastra)
a. Strategi stratta
Dalam strategi stratta, ada tiga tahap, yaitu:
1) Tahap penjelajahan
2) Tahap interpretasi
3) Tahap reaksi

b. Langkah-langkah penyajian
Sebelum guru dapat mengajarkan satu drama pada satu kelas, ia harus mengadakan dua macam persiapan, yaitu memilih bahasa yang cocok untuk kelasnya dan menyusun persiapan guna dapat mengajarkannya dengan baik, sebelum ia siap untuk membawa bahan itu ke kelas.

c. Strategi induktif model taba
Langkah-langkah dalam strategi induktif model taba adalah sebagi berikut:
1) Pembentukan konsep: Mendaftar data, mengklasifikasikan, memberi nama.
2) Penafsiran data: Menafsirkan, membandingkan, menyimpulkan atau menggeneralisasikan.
3) Penerapan prinsip: Menganalisis masalah baru, membuat hipotesis, menerangkan, memeriksa ramalan.

d. Strategi analisis
Langkah-langkah dalam strategi analis yaitu:
1) Membaca keseluruhan
2) Analisis
3) Memberikan pendapat akhir

e. Strategi sinektik (model gordon)
Ada tiga langkah dalam metode sintetik, yaitu:
1) Analogi langsung (direct analogy)
2) Analogi personal (personal analogy)
3) Konflik kempaan atau termapatkan (compressed conflict)

f. Role playing (bermain peran)
Langkah-langkah dalam role playing yaitu:
1) Memotivasi kelompok
2) Memilih pemeran (casting)
3) Menyiapkan pengamat
4) Menyiapkan tahap-tahap peran
5) Pemeranan (pentas di depan kelas)
6) Diskusi dan evaluasi I (spontanitas)
7) Pemeranan (pentas) ulang
8) Diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah
9) Membagi pengalaman dan menarik generalisasi

g. Sosio drama
Langkah untuk mengefektifkan sosio drama adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan problem
2) Mendeskripsikan situasi konflik
3) Pemilihan pemain (casting characters)
4) Memberikan penjelasan dan pemanasan bagi aktor dan pengamat
5) Memerankan situasi tersebut
6) Memotong adegan
7) Mendiskusikan dan menganalisis situasi, kelakuan, dan gagasan yang diproduksi.
8) Menyusun rencana untuk testing lebih lanjut atau implementasi gagasan baru.

h. Simulasi: Strategi untuk memberikan kemungkinan kepada murid agar ia dapat menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan.
Langkah-langkah dalam stimulasi:
1) Pemilihan situasi, masalah atau permainanyang cocok
2) Pengorganisasian kegiatan
3) Periapan untuk memberikan petunjuk-petunjuk
4) Pemberian petunjuk secara jelas kepada siswa
5) Diskusi tentang kegiatan simulasi dengan pelaku
6) Pemilihan peran
7) Persiapan pemeranan
8) Mengawasi kegiatan simulasi
9) Penyampaian saran-saran perbaikan
10) Evaluasi tentang konstribusi

5. Strategi Pembelajaran Drama
a. Pementasan drama di kelas
Pementasan dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok atau lebih. Guru harus menyediakan petugas teknis dan artistik untuk melayani pementasan yang dilaksanakan.

b. Pementasan drama oleh teater sekolah
Untuk pementasan sekolah, hendaknya dipilih naskah-naskah yang komunikatif, mudah dipahami, mempunyai konflik yang kuat dan atraktif.

c. Teknik pembinaan apresiasi drama
Dalam membina dan mengembangkan apresiasi drama, murid dan guru harus dilengkapi dengan bahan yang serasi untuk kelompok-kelompok yng diajarkan dan menguasai teknik mengajar drama dengan baik, serta dapat menyesuaikan teknik dan bahan jika diperlukan.

d. Catatan tambahan tentang pemilihan materi
Pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan jiwa murid.
2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai untuk tingkat kemampuan murid.
3) Bahasanya sedapat mungkin menggunakan bahasa yang standar.
4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara kita.


Referensi:
Waluyo, Herman. J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya